Sabtu, 30 Mei 2015

Anak Berkebutuhan Khusus

Anak Berkebutuhan Khusus

      A.  Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
            Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk menggantikan kata “Anak Luar Biasa” yang menandakan adanya kelainan khusus. Anak berkebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan secara simpel sebagai anak yang lambat (slow) atau mengalami gangguan (retarded) yang tidak akan pernah berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya.
            Termasuk anak-anak berkebutuhan khusus yang sifatnya temporer di antaranya adalah anak-anak penyandang traumatic syndrome disorder (PTSD) akibat bencana alam, perang atau kerusuhan, anak-anak yang kurang gizi, lahir premature, anak yang lahir dari keluarga miskin, anak-anak yang mengalami depresi karena perlakuan kasar, anak-anak korban kekerasan, anak yang kesulitan konsentrasi karena sering diperlakukan dengan kasar, anak yang tidak bisa membaca karena kekeliruan guru mengajar, anak penyakit kronis, dan sebagainya. Anak-anak berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu dan lainnya. Di Indonesia, anak berkebutuhan khusus yang mempunyai gangguan perkembangan dan telah diberikan layanan antara lain sebagai berikut:
1.      Anak yang mempunyai gangguan penglihatan (tunanetra), khususnya anak buta (totally blind), tidak dapat menggunakan indera penglihatannya untuk mengikuti segala kegitan belajar maupun kehidupan sehari-hari. Umumnya kegitan beljaar dilakukan dengan rabaan atau taktil karena kemamuan indera raba sangat menonjol untuk menggantikan indera penglihatan.
2.        Anak dengan gangguan pendengaran dan bicara (tunarungu wicara), mereka mempunyai hambatan pendengaran dan kesulitan melakukan komunikasi secara lisan dengan orang lain.
3.   Anak dengan gangguan perkembangan kemampuan (tunagrahita), memiliki masalah belajar yang disebabkan adanya hambatan perkembangan intelegensi, mental, emosi, sosial, dan fisik.
4.      Anak dengan gangguan kondisi fisik atau motorik (tunadaksa). Secara medis dinyatakan bahwa mereka mengalami kelainan pada tulang, persendian, dan saraf penggerak otot-otot tubuhnya, sehingga digolongkan sebagai anak yang membutuhkan layanan khusus pada gerak anggota tubuhnya.
5.      Anak dengan gangguan perilaku maladjustment (tunalaras). Karakteristik yang menonjol antara lain sering membuat keonaran secara berlebihan, dan bertendensi ke arah perilaku criminal.
6.      Anak dengan gangguan autism  (autistic children). Anak autistic mempunyai kelainan ketidakmampuan berbahasa. Hal ini disebabkan karena adanya cedera pada otak. Secara umum anak autistik mengalami kelainan berbicara, kelianan fungsi saraf dan gangguan kemampuan intelektual. Anak autistik mempunyai kehidupan sosial yang aneh dan terlihat seperti orang yang selalu sakit, tidak suka bergaul, dan sangat terisolasi dari lingkungan hidupnya.
7.      Anak dengan gangguan hiperaktif (attention deficit disorder with hyperactive). Hyperactive bukan merupakan penyakit tetapi suatu gejala. Gejala terjadi disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kerusakan pada otak, kelainan emosional, kurang dengar, atau tunagrahita. Ciri-ciri yang dapat dilihat antara lain selalu berjalan, tidak mau diam, suka mengganggu teman, suka berpindah-pindah, sulit berkonsentrasi, sulit mengikuti perintah, bermasalah dalam belajar, dan kurang atensi terhadap pembelajaran.
8.      Anak dengan gangguan belajar (learning disability atau specific learning disability). Istilah ini ditunjukkan pada siswa yang mempunyai prestasi rendah dalam bidang akademik tertentu. Dalam bidang kognitif, umunya mereka kurang mampu mengadopsi proses informasi yang datang pada dirinya melalui penglihatan, pendengaran, maupun persepsi tubuh.
9.      Anak dengan gangguan kelainan perkembangan ganda (multihandicapped and developmentally disable children). Sering disebut dengan istilah tunaganda yang mempunyai kelainan perkembangan mencakup hambatan-hambatan perkembangan neurologis. Hal ini disebabkan oleh satu atau dua kombinasi kelainan kemampuan pada aspek inteligensi, gerak, bahasa, atau hubungan pribadi di masyarakat.

            Siswa-siswa yang mempunyai gangguan perkembangan tersebut, memerlukan suatu metode pembelajaran yang bersifat khusus. Suatu pola gerak yang bervariasi, diyakini dapat meningkatkan potensi peserta didik dengan kebutuhan khusus dalam kegiatan pembelajaran (berkaitan dengan pembentukan fisik, emosi, sosialisasi, dan daya nalar).
            Esensi dari pola gerak yang mampu meningkatkan potensi diri anak berkebutuhan khusus adalah kreativitas. Kreativitas ini diperlukan dalam pembelajaran yang bermuatan pola gerak, karena tujuan akhir dari suatu program pembelajaran semacam ini adalah perkembangan kemampuan kognitf dan kemampuan sosial melalui kegitan individu maupun dalam kegitan bersosialisasi.

Pandangan Islam Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus
     Dalam penggalan surat di bawah ini mengandung makna kesetaraan untuk bergabung bersama dengan mereka yang berkebutuhan khusus seperti buta, pincang, bisu, tuli, atau bahkan sakit. Mereka berhak untuk makan bersama, berkumpul bersama layaknya masyarakat pada umumnya.

“Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan (bersama-sama mereka)di rumah kamu sendiri atau di rumah-rumah bapakmu, di rumah ibu-ibumu, di rumah saudara-saudarmu yang laki-laki, di rumah saudaramu yang perempuan,  di rumah sudara bapakmu yang laki-laki, di rumah saura bapakmu yang perempuan, di rumah saudara ibumu yang laki-laki, di rumah saudara ibumu yang perempuan, di rumah yang kamu miliki kuncinya atau di rumah kawan-kawanmu. Tidak ada halangan bagi kaum makan bersama-sama mereka atau sendirian. Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini)hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat(Nya) bagimu, agar kamu memahaminya”. (Q.S. An-Nuur ayat 61).

            Bahkan asbabunnuzul dari QS. An-Nuur ayat 61 ini adalah: pada masa itu masyarakat Arab merasa jijik untuk makan bersama-sama dengan merekayang berkebutuhan khusus, seperti pincang, buta, tuli, dan lainnya. Hal ini disebabkan cara makan mereka yang berbeda. Selain itu masyarakat Arab pada masa itu merasa kasihan kepada merka yang berkebutuhan khusus tersebut karena mereka tidak mampu menyediakan makanan untuk diri mereka sendiri. Akan tetapi Islam menghapus diskriminasi tersebut melalui surat ini. Masyarakat tidak seharusnya membeda-bedakan atau bersikap diskriminasi terhadap anak berkebutuhan khusus.

      B.     Model Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus
            Model pembelajaran anak berkebutuhan khusus berdasarkan pada Kurikkulum Berbasis Kompetensi adalah pengembangan lingkungan belajar secara terpadu. Pengembangan lingkungan secara terpadu dimaksudkan dengan lingkungan yang mempunyai prinsip-prinsip umum dan prinsip-prinsip khusus.
            Prinsip-prinsip umum pembelajaran meliputi motivasi, konteks, keterahan, hubungan sosial, belajar sambil bekerja, individualis, menemukan, dan prinsip pemecahan masalah. Sedangkan prinsip-prinsip khusus disesuaikan dengan karakteristik khusus dari setiap penyandang kelainan. Misalnya, untuk peserta didik dengan hambatan visual, diperlukan prinsip-prinsip kekongretan, pengalaman yang menyatu, dan belajar sambil melakukan.
            

1.      Rasionalitas
Layanan pendidikan dan pembelajaran di Indonesia. Khususnya untuk sekolah luar biasa atau sekolah yang menerapkan pendidikan inklusif, seyogianaya sejalan dan tidak terlepas dari prinsip-prinsip umum dan prinsip-prinsip khusus. Kebijakan dan praktek pendidikan berkebutuhan khusus dalam mengaplikasikan gerakan, sejalan dengan prinsip pendidikan untuk semua atau education for all sebagai hasil konferensi dunia di Salamanca pada tanggal 7 hingga 10 Juni 1994.
2.      Visi dan Misi
      Visi pembelajaran berdasarkan KBK, adalah membantu setiap peserta didik berkebutuhan khusus untuk dapat memiliki sifat dan wawasan serta akhlak tinggi, kemerdekaan dan demokrasi, toleransi dan mengjunjung hak azasi manusia, saling pengertian dan berwawasan global (Mulyana, E. 2004:19).
      Misi pembelajaran berdasarkan KBK terhadap ABK adalah suatu upaya guru dalam memberikan layanan pendidikan agar setiap peserta didik menjadi individu yang mandiri, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, terampil, dan mampu berperan sosial (Mulyana, E. 2004:20).
3.      Tujuan Pembelajaran Berdasarkan KBK
Berdasarkan visi dan misi pembelajaran berdasarkan KBK, dapat ditentukan tujuan pembelajaran, antara lain sebagai berikut.
a.       Agar dapat menghasilkan individu yang mampu melakukan kegiatan sehari-hari tanpa bantuan orang lain melalui kemampuan dirinya dalam menggunakan persepsi, pendengaran, penglihatan, taktil, kinestetik, fine motor, dan gross motor.
b.      Agar dapat menghasilkan individu yang mempunyai kematangan diri dan kematangan sosial.
c.       Menghasilkan individu yang mampu bertanggung jawab secara pribadi dan sosial.
d.      Agar dapat menghasilkan individu yang mempunyai kematangan untuk melakukan penyesuaian diri dan penyesuaian terhadap lingkungan sosial.
4.      Isi Program Pembelajaran
Isi program pembelajaran ABK dengan memanfaatkan permainan terapeutik dikelompokan sebagai berikut.
a.       Tingkat perkembangan kemampuan fungsional dari setiap siswa tunagrahita, meliputi sensori motor, kreativitas, interaksi sosial, dan bahasa.
b.      Jenis-jenis permainan terapeutik meliputi permainan eksplorasi, dan permainan memecahkan masalah melalui permainan keterampilan, permainan sosialisasi, permainan imajinatif, dan permainan memecahkan masalah melalui puzzle.
c.       Sasaran perkembangan perilaku adaptif atau target behavior dapat dicapai melalui sasaran berupa pengembangan keterampilan psikomotor dari setiap siswa dalam melakukan kegiatan permainan tertentu sebagai bentuk terapeutik. Selanjutnya target behavior diarahkan agar mampu mencapai tingkat perkembangan kognitif.
5.      Pendukung Sistem Model Pembelajaran dengan KBK
Komponen pendukung sistem adalah kegiatan-kegiatan manajemen yang bertujuan untuk memantapkan, memelihara, dan meningkatkan program pembelajaran. Kegiatan-kegiatannya diarahkan pada hal-hal berikut.
a.       Pengembangan dan manajemen program.
b.      Pengembangan staf pengajar.
c.       Pemanfaatan sumber daya msyarakat dan pengembangan atau penataan terhadap kebijakan dan petunjuk teknis.
6.      Komponen Dasar Model Pembelajaran
Isi layanan pembelajaran dapat dikelomokan ke dalam bagian-bagian sebagai berikut.
a.       Masukan, terdiri atas: (1) Masukan Mentah, berupa: elicitors, behaviors, reinforcers. (2) Masukan Instrumen, berupa: program, guru kelas, tahapan, dan sarana. (3) Masukan Lingkungan, berupa: norma, lingkungan, tujuan, lingkungan, dan tuntutan.
b.      Proses, terdiri atas program pembelajaran individual, pelaksanaan intervensi, refleksi hasil pembelajaran, dan KBK.
c.       Keluaran atau outcome, berupa perubahan kompetensi setiap peserta didik Anak Berkebutuhan Khusus.

      C.    Pendidikan Inkluisi  
            Pendidikan inkluisi adalah pelayanan pendidikan anak berkebutuhan khusus yang dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki salah satu kelompok yang paling tereksklusi dalam memperoleh pendidikan adalah siswa penyandang cacat. Tapi ini bukanlah kelompok yang homogeny. Sekolah dan layanan pendidikan lainnya harus fleksibel dan akomodatif untuk memenuhi keberagaman kebutuhan siswa. Mereka juga diharapkan dapat mencari anak-anak yang belum mendapatkan pendidikan.
 
                                  (Sekolah Inkulisi)
           
                Pemerintah melalui PP. No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasioanal Pendidikan, pasal 41 (1) telah mendorong terwujudnya suatu pendidikan inkluisi dengan menyatakan bahwa setiap satuan pendidikan yang melaksanakan pendidikan inkluisi harus memiliki tenaga kependidikan yang mempunyai kompetensi menyelenggarakan pembelajaran bagi peserta didik dengan kebutuhan khusus.

            Sekolah inklusi adalah sekolah regular yang mengkoordinasi dan mengintegrasikan siswa regular dan siswa penyandang cacat dalam program yang sama, dari satu jalan untuk menyiapkan pendidikan bagi anak penyandang cacat adalah pentingnya pendidikan inklusi, tidak hanya memenuhi target pendidikan untuk semua dan pendidikan dasar 9 tahun, akan tetapi lebih banyak keuntungannya tidak hanya memenuhi hak-hak asasi manusia dan hak-hak anak tetapi lebih penting lagi bagi kesejahteraan anak, karena pendidikan inklusi mulai dengan merealisasikan perubahan keyakinan masyarakat yang terkandung dimana akan menjadi bagian dari keseluruhan, dengan demikian penyandang cacat anak akan merasa tenang, percaya diri, merasa dihargai, dilindungi, disayangi, bahagia dan bertanggung jawab. Inklusi terjadi pada semua lingkungan sosial anak, pada keluarga, kelompok teman sebaya, sekolah, dan institusi-institusi kemasyarakatan lainnya.    

Daftar Pustaka

Delphie, Bandie. Pembelajaran Anak Tunagrahita. Bandung: PT Retika Aditama. 2006  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar